My first flight

senja di atas pesawat

senja di atas pesawat

‘Sudah pernah kah Anda naik pesawat?’ kalau pertanyaan itu dilontarkan empat bulan yang lalu, saya akan jawab dengan belum. Yup karena setelah seperempat abad saya hidup baru bulan oktober kemarin naik pesawat! Jangan salah, bagi anak manis yang dibesarkan di sebuah kota kecil seperti saya naik pesawat adalah barang langka. Ditambah lagi kota kecil itu berada di Pulau Jawa, dimana jarak satu daerah ke daerah lain sudah cukup mudah ditempuh dengan jalur darat. Kalau kata temen saya sih ‘penyakit orang jawa itu ga pernah naik pesawat’ hehe, tapi ada benarnya juga ungkapan itu.

Sudah sejak lama saya pengin banget naik pesawat. Waktu SD bahkan berangan-angan lapangan deket rumah bisa buat lapangan terbang jadi kalau ke rumah nenek bisa naik pesawat. Malah dulu pernah sampai kebawa mimpi, saya mudik naik pesawat tapi pesawatnya penuh karena saya telat check in, jadilah dalam mimpi itu saya berdiri di dalam pesawat karena semua tempat duduk penuh, dan pas sampai depan rumah saya terjun dari pesawat karena di sana gak ada bandara, ya maklum karena belum pernah naik pesawat jadi yang kebayang ya kayak naik bus. Sebetulnya dulu awal tahun 2011  hampir naik pesawat. Saat itu dapat tiket promo dari sebuah maskapai penerbangan, tak tanggung-tanggung saya dapat tiket gratis Jogja – Singapore Gratis! tapi pas mau mulai buat passpor ternyata maskapainya bangkrut, dan semua penerbangannya dibatalkan. Menjadi teramat pahit  karena saat semua orang bisa marah-marah minta refund, saya gak bisa! Ya mana mungkin tiket gratis mau saya refund, rugi lahir batin ga jadi jalan-jalan ga bisa pula diganti uang.

Pemandangan dari atas pesawat di jendela dekat saya duduk

Pemandangan dari  jendela

Harapan dan cita-cita itu terwujud pada bulan Oktober 2012. Jadi critanya saya ditugaskan untuk jalan-jalan sambil belajar di Sekolah Sukma Bangsa, Pidie, Aceh pada pertengan bulan Oktober 2012. Selain bakal mengunjungi Aceh, hal paling mendebarkan saat itu adalah naik pesawat. Singkat cerita tiket PP Jogja – Aceh telah dibooking, dan saya siap untuk ‘terbang’ pertama saya. Malam sebelumnya setelah packing dan pamit dengan handai tolan sahabat dan orang terkasih, saya semangat sekali mau terbang sampai-sampai susah tidur antara excited dan takut kenapa-napa. Paginya sopir taksi yang budiman mengantar saya ke bandara, check in pertama saya dibantu oleh bapak-bapak dari trevel agent tempat saya beli tiket (ketauan banget belum pernah check in), dari check in – masukin bagasi – nunggu di ruang tunggu adalah saat-saat yang mendebarkan (parah bener udah setua ini masih berdebar-debar mau naik pesawat). Rute saya adalah JOG – CGK – BTJ (Adi Sucipto Yogyakarta – Cengkareng Jakarta – Sultan Iskandar Muda Banda Aceh). Masuk pesawat, penumpang disambut pramugari cantik yang menawarkan koran/majalah untuk bahan bacaan, setelah nemu kursi saya, duduk dan makin berdebar-debar. Pesawat mulai siap-siap terbang, semua penumpang diminta memasang savety belt (gambar sabuk pengaman di cabin penumpang menyala), dan mbak-mbak pramugari yang cantik memperagakan prosedur keselamatan (dengan gerakan khas pramugari yang kita liat di tipi-tipi). Pesawat pasang ancang-ancang terbang, pilot memberitahukan lewat pengeras suara bahwa status kami saat itu adalah ready to take off, dan wuuzzz pesawat jalan di landasan dengan kecapatan langsung tinggi layaknya mobil yang langsung digas pol dan ngebut (jadi berasa mau balapan), dengan kecapatan setinggi ini tubuh secara otomatis terhempas lebut ke belakang, pas mau take off juga kerasa tubuh miring kebelakang, lalu tiba-tiba perut terasa hampa yang menggelikan seperti kalau kita di dalam lift mau naik, perasaan ini terjadi hanya beberapa detik dan taraaa saya bisa melihat atap-atap rumah, pesawat menukik belok khas kalau takeoff lalu saya mengucap syukur Alhamdulillah akhirnya saya terbang. Tak henti-hentinya saya melihat pemandangan dari jendela yang penuh awan putih berlatar langit biru, indah luar biasa.

boarding pass

boarding pass

Perjalanan Jogja – Jakarta hanya ditempuh dalam waktu 45 menit. Di dalam pesawat sama seperti saat kita melakukan perjalanan darat dengan kereta,bus atau mobil, hanya saja beberapa manuver pesawat mengingatkan bahwa kami sedang berada di atas awan. Layanan maskapai ini cukup menyenangkan dengan adanya snack dan minuman sesuai pesanan kita. Saat pesawat landing juga merupakan pengalaman baru yang mendebarkan (terlebih karena banyak pesawat kecelakaan saat landing). Sama seperti take off, saat akan landing lampu sabuk pengaman menyala dan pilot memberitahukan bahwa status saat ini pesawat akan landing. Kalau pas take off tubuh dihempaskan ke belakang dengan lembut, pas landing di bagian waktu pesawat menyetuh tanah pesawat melaju dengan sangat kencang lalu sayap bagian lekang membuka dan berasa seperti naik mobil atau kereta yang di rem dalam-dalam (tapi tanpa kejungkel), landing berhasil maka pesawat akan jalan seperti mobil biasa ke posisi parkirnya. Di jakarta saya hanya transit selama satu jam lalu melanjutkan perjalanan ke Aceh. Beda dengan kalau transit di terminal bus, yang habis turun langsung pindah bus begitu aja, di bandara harus lapor ke petugas bandara bahwa kita mau transit di sini dan melanjutkan penerbangan ke tujuan kita. Hal ini untuk menghindari miskom antara penumpang dan maskapai, kan ga lucu tuh kalau kita lupa re check in dan kita gajadi melanjutkan perjalanan, ga lapor dan nama kita dipanggil lewat pengeras suara seantero bandara, udah gitu bikin bete yang ada di pesawat karena pesawat terpaksa delay beberapa menit karena nungguin Anda. Di terminal F tempat saya transit lumayan dipenuhi dengan toko-toko yang menjual makanan, setelah lapor ke petugas bandara saya membeli a cup of milktea lalu masuk ruang transit. Di sini juga jadi tahu bahwa boarding pass itu penting sekali, jangan sampai hilang sebelum kita benar-benar sampai tempat tujuan turun dari pesawat, keluar dari bandara dan sampai ke rumah, bahkan kalau ada barang kita yang hilang/salah bandara atau rusak, boarding pass nya gak boleh ilang buat claim.

nyengir di pesawat

nyengir di pesawat

Perjalanan selanjutnya dari Jakarta – Aceh cukup menyenangkan, sangat menyenangkan malah. Selain disambut dengan pramugari yang cantik, milih bahan bacaan, dapat snack saat sudah ada di udara, pesawat GA0146 saya ada seperangkat monitor sentuh lengkap dengan audio nya. Jadilah puas saya menghabiskan 2.5 jam di atas pesawat sambil nonton film dan selimutan (di pesawat dingin bo!). Tak lupa setelah snack dan minum keluar, kami mendapat makan siang yang lumayan menggugah selera. Transit 15 menit di bandara Polonia Medan lalu melanjutkan perjalanan 30 menit sampailah kami ke Banda Aceh. Pengambilan koper di bagasi pun cukup sederhana, hanya dengan menunggu koper yang keluar di atas roll yang jalan sendiri. Menunjukkan boarding pass ke petugas, sampailah saya dan rombongan di Serambi Mekah Banda Aceh.

Jika perjalanan berangkat ke Aceh saya menyenangkan, perjalanan pulang sebenernya tak kalah menyenangkan dengan berangkat, tetapi karena sebelum naik pesawat kami harus melalui jalan berliku 3 jam lamanya fisik kami pun lelah duluan. Saat pulang inilah saya merasakan turbelensi, yang akibatnya perut saya bergejolak gak karuan. Semua berjalan lancar, dan Alhamdulillah sampai rumah dengan tepar. Saking lemesnya karena badan gak fit saya langsung tidur dari jam 8 malam sampai pagi.

Perjalanan pertama saya lewat udara sangat menyenangkan, tak sabar menunggu perjalanan-perjalanan lewat udara yang lain. Jika Anda belum pernah naik pesawat, percayalah pada saya, naik pesawat itu Nagih! 🙂

2 thoughts on “My first flight

Leave a comment